Tim sepakbola Rumah Cemara tampaknya masih asing di telinga masyarakat Indonesia. Melalui ajang Homeless World Cup 2011 di Paris, Prancis, Drajat Ginanjar cs ingin membuktikan diri bahwa orang yang sempat terpuruk juga mampu mengharumkan nama bangsa di dunia.
Homeless World Cup merupakan kompetisi tahunan street soccer dengan peserta tim dari 64 negara, yang mengusung isu sosial masing-masing. Untuk kali pertama, Indonesia mengirim delegasinya diwakili oleh tim sepakbola Rumah Cemara.
Selain sebagai lembaga swadaya masyarakat yang memberikan payung perlindungan bagi penderita HIV-AIDS di Indonesia, Rumah Cemara juga merupakan national organizer yang ditunjuk oleh Homeless World Cup untuk Indonesia.
Kesulitan Dana
Sebenarnya, sejak 2009 Rumah Cemara sudah mendapat undangan mengikuti event yang digelar perdana di Austria, pada 2003 lalu. Lantaran terkendala masalah pendanaan, Rumah Cemara gagal mengirimkan tim ke kompetisi 2010 yang dilangsungkan di Rio de Jenairo, Brasil.
Tak sedikit proposal yang diajukan ke berbagai pihak, seperti kemenpora, gubernur Jawa Barat, walikota Bandung di mana mereka berdomisili, hingga pihak-pihak swasta, demi menggaet dukungan berupa finansial. Karena pada saat itu Homeless World Cup belum familiar di Tanah Air, tak heran jika banyak yang tidak bersedia menjadi sponsor.
“Waktu itu, hanya kemenkes (kementrian kesehatan) yang merespon dan itupun hanya berupa surat balasan,” ungkap Humas Rumah Cemara, Bonang, saat dihubungi VIVAnews, Kamis 25 Agustus 2011.
Pantang putus asa, Rumah Cemara tetap gigih berjuang demi memberangkatkan tim sepakbola ke Homeless World Cup. Jalan pun mulai terbuka, ketika salah satu rekan mereka menjadi bintang tamu di acara talk show 'Kick Andy' Metro TV. Kesempatan itu mereka manfaatkan untuk menitipkan proposal dan usaha tersebut berhasil.
Acara tersebut telah menghubungkan Rumah Cemara dengan pihak swasta, yang merupakan salah satu brand terbesar di Indonesia (Sido Muncul). Tak tanggung-tanggung, dana senilai Rp150 juta mereka gelontorkan, yang akhirnya merangsang pihak lain untuk memberika dukungan secara finansial.
“Kemenpora memberikan Rp55 juta, Gubernur (Jabar) Rp50 juta, sementara Walikota (Bandung) sudah bersedia membantu tapi belum pasti nominalnya, dan akan diberikan nanti setelah tim kembali ke Indonesia,” jelas Bonang.
Road to Paris
Sepakbola merupakan salah satu program yang dijalankan Rumah Cemara, sejak 2008 lalu. Ketika mendapat kesempatan berlaga di Homeless World Cup, Rumah Cemara begitu antusias menggelar seleksi namun masih dalam lingkup regional Bandung.
Selain bisa bermain sepakbola, peserta yang memiliki latar belakang isu sosial, seperti kemiskinan dan pengangguran, lebih diprioritaskan. Karena tak hanya sekadar tim sepakbola, mereka juga diharapkan mampu menjadi sarana kampanye HIV-AIDS.
Tim pun terbentuk dan menetapkan delapan pemain untuk diberangkatkan ke Paris. Mereka adalah Drajat Ginanjar (kapten tim), Sandy Gempur, Gin Gin Sofyan, Tri Eklastesa, Rony Suryadhani, Andre, Aris, dan satu-satunya pemain yang berasal dari Jakarta, Edward Supuseta. Mereka didampingi pelatih Reonardus Adim dan manajer asal Amerika Serikat, Katte Otto.
Meskipun memiliki latar belakang sebagai penganguran, pecandu narkoba, bahkan empat pemain positif menderita HIV-AIDS, mereka enggan berkecil hati. Bagi mereka, ajang Homeless World Cup merupakan momen tepat untuk membuktikan bahwa sebagai ‘sampah daur ulang’, kaum yang termarginalkan dan dianggap lemah secara fisik, tapi mampu meraih prestasi.
Terbukti, sejak pertandingan pertama penyisihan grup pada 21 Agustus lalu, Sandy dan kawan-kawan belum terkalahkan. Di tahap pertama, Indonesia tergabung dalam Grup G bersama Skotlandia (8-8, adu penalti), Kirgistan (9-4), Rumania (7-4), Jerman (6-5), dan Irlandia (8-7).
Indonesia melaju ke tahap kedua dengan predikat juara grup. Kali ini, Indonesia masuk dalam Grup D bersama Denmark, Rusia, Italia, Belanda, dan Ukraina. Di pertandingan pertama, Rabu kemarin, Indonesia mampu menundukkan Denmark 7-4. Pertandingan berikutnya Indonesia dijadwalkan menghadapi Rusia, hari ini waktu setempat.
Tekad Pulang Membawa Trofi
Motivasi tim sepakbola Rumah Cemara mengikuti Homeless World Cup terbilang besar. Rasanya, seluruh tim berambisi kembali ke Tanah Air dengan membawa trofi kemenangan, tak terkecuali tim Merah Putih. Meskipun dengan keterbatasan yang dimiliki, mereka bertekad mengharumkan nama bangsa dengan menjadi juara.
“(Target) menjadi juara, sudah jelas!” cetus Bonang. “Mereka ingin diakui eksistensinya dan sangat bangga bisa mengharumkan negara di pentas dunia. Ini merupakan kesempatan besar bagi mereka karena pemain hanya boleh sekali mengikuti ajang ini,” tambahnya.
Kompetisi yang diikuti 48 negara ini akan berlangsung hingga 28 Agustus mendatang. Tahap kedua dibagi menjadi dua seksi, dimana seksi pertama dihuni 24 tim yang dipecah menjadi empat grup, yakni Grup A-D, sementara 24 tim lainnya disebar dalam Grup E-H.
Trophy stage, yakni tahap terakhir dimana posisi setiap tim di masing-masing grup akan menentukan mereka layak bersaing memperebutkan enam trofi, antara lain trofi Homeless World Cup yang paling bergengsi, Dignitary Cup, City Cup, Host Cup, Community Cup, dan trofi INSP Networking.
Setelah mengikuti kompetisi tersebut, para pemain dijadwalkan kembali ke Tanah Air pada 1 September mendatang. Namun, Gin Gin Sofyan, Drajat Ginanjar dan pelatih Adim langsung terbang ke Inggris, lantaran mendapat beasiswa dari salah satu lembaga swadaya masyrakat setempat, Brington. Rencananya, mereka akan mengikuti pelatihan sepanjang 1-15 September.
“Kesempatannya memang hanya untuk tiga orang. Kami menunjuk Gin Gin dan Ginan karena tak hanya bisa bermain sepakbola, tapi mereka memiliki kemampuan untuk presentasi dan sosialisasi dalam kampanye kami,” terang Bonang. "Kalau Sandy sudah ada klub profesional Indonesia yang ingin merekrutnya, tapi kami belum tahu nama klubnya," lanjutnya lagi.
Tentunya, harapan besar masyrakat Indonesia seakan menjadi beban sekaligus motivasi mereka untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa. Tak sekadar menjadi juara di lapangan, namun mereka diharapkan mampu menanamkan paradigma baru di masyarakat, bahwa keterbatasan bukan alasan untuk tidak mengukir prestasi.
VIVAnews