Custom Search

Bergesernya Pendulum di Manchester




Bertahun-tahun Manchester City dipandang sebelah mata di kota Manchester, salah satu ibu kota sepak bola. Musim ini, mereka mengubah pandangan itu. Di bawah pemilik baru, dengan kekuatan uang hampir tak berbatas, City tampil menjadi kekuatan baru di liga sepak bola Inggris.

”Kami hormat kepada City, tetapi lawan kami adalah Liverpool atau Arsenal,” demikian mantan striker Manchester United, Andy Cole, pernah berkomentar, seperti dikutip FourFourTwo (November 2011). ”City sama sekali tidak dilihat sebagai ancaman bagi kami.”

Begitulah contoh cara pandang meremehkan yang tumbuh subur bertahun-tahun terhadap City. Dari segi pencapaian gelar juara, bisa dimaklumi jika muncul pandangan seperti itu. Mereka baru memiliki dua trofi Divisi Utama Liga Inggris, lima trofi Piala FA, dan satu trofi level Eropa (Piala Winners).





Pencapaian itu praktis terlihat seperti seujung kuku jika dibandingkan gelar juara yang dikoleksi klub tetangga, MU (19 trofi Liga Inggris, 11 Piala FA, tiga Liga Champions, dan lain- lain). Bahkan, ketika dominasi skuad Sir Alex Ferguson mengakar kuat sejak bergulirnya era Liga Primer, City sempat terdegradasi hingga Divisi Tiga pada 1998.

Pelatih datang silih berganti. Namun, nasib City tak pernah berubah. Terpuruk terus-menerus. ”Saya bermain di sana (City) dari 1986 hingga 1998 dan saya mengalami 13 kali pergantian pelatih, termasuk para caretaker, dalam 12 tahun. Saya mengalami tahap di mana (City) dijadikan lelucon,” ujar Ian Brightwell, mantan pemain City, dalam The Telegraph.

”Ada semacam perasaan, tak seorang pun bakal mampu mengejar MU,” kata Brightwell. Musim 2011/2012 atau musim keempat setelah City dibeli konsorsium pengusaha Abu Dhabi di bawah pimpinan Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan, bisa menjadi tonggak awal pergeseran kekuatan itu: dari cengkeraman MU ke tangan City.

Kekuatan uang

Sheikh Mansour dan konsorsiumnya merogoh kas yang dilaporkan sekitar 200 juta poundsterling (Rp 2,9 triliun) saat mengambil alih City dari mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra, September 2008. Sejak itu, Sheikh Mansour menggelontorkan 930 juta poundsterling (Rp 13,7 triliun) untuk membuat glamour City.

Itulah era di mana langit kota Manchester membiru, seperti salah satu julukan City, ”The Sky Blues”. Pemain-pemain mahal kelas dunia didatangkan, digaji mahal, dan diperlakukan istimewa. Pemain sebengal Mario Balotelli atau pemberontak seperti Carlos Tevez tetap dirangkul.

Menurut penelitian Sporting Intelligence yang dirilis belum lama ini, pemain City menempati peringkat ketiga gaji termahal di antara klub-klub olahraga sedunia, hanya kalah dari dua klub raksasa Spanyol, Barcelona dan Real Madrid. Jika dirata-rata, setiap pemain City mendapat gaji 86.280 poundsterling (Rp 1,2 miliar) per pekan.

Kekuatan uang mungkin tak selalu mampu membeli gelar juara. Namun, uang bisa membantu pemiliknya berusaha mendapatkan gelar itu. Gebrakan City musim ini diidentikkan Pelatih MU Sir Alex Ferguson seperti Chelsea saat diambil alih taipan Rusia, Roman Abramovich, dan ditangani Pelatih Jose Mourinho yang membawa klubnya juara 2005.

”Italian job”

Sheikh Mansour harus melakukan sekali pergantian pelatih (dari Mark Hughes ke Roberto Mancini) dan butuh waktu hingga musim keempat untuk memetik trofi pertamanya, menghentikan dominasi MU.

Mancini, Pelatih Italia itu, dipuji atas kemampuannya mengelola para pemain bintang. Di mata pemainnya, ia dianggap sosok yang siap menanggung beban tekanan mental pemainnya. ”Roberto sepertinya ingin mengambil alih tekanan dari kami dengan sering mengatakan, ’gelar juara telah berakhir’,” kata David Silva, gelandang City, yang dikutip Guardian.

Musim ini, City tak pernah melorot dari dua peringkat teratas. Pada 8 April lalu, saat kalah 0-1 di kandang Arsenal, City tertinggal delapan poin dari MU. Namun, mereka sapu lima laga berikutnya dengan kemenangan, termasuk 1-0 atas MU dan 2-0 atas Newcastle.

Kini, setelah menjuarai Liga Inggris untuk ketiga kali atau yang pertama dalam 44 tahun, City tak bisa lagi diremehkan. Jelas, sukses ini masih jauh dari pencapaian MU. Namun, kata Silva, ”Kami di sini akan membuat segalanya sulit (bagi MU).” Selamat datang, juara baru!(SAM)

KOMPAS.com

Masukkan email address anda untuk mendapatkan berita terbaru:

Delivered by FeedBurner

Add to Google Reader or HomepagePowered by FeedBurnerSubscribe in Bloglines